Minggu, 17 April 2011

Analisis Terhadap Kinerja Implementasi Kebijakan Kota Layak Anak Ditinjau Dari Sisi Tipe Kebijakan Dan Model Implementasi

 A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus masa depan bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang akan menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara sungguh-sungguh dari semua elemen masyarakat. SDM yang berkualitas tidak dapat lahir secara alamiah, bila anak dibiarkan tumbuh dan berkembang tanpa perlindungan, maka mereka akan menjadi beban pembangunan karena akan menjadi generasi yang lemah, tidak produktif dan tidak kreatif, sedangkan jumlah mereka lebih dari sepertiga penduduk Indonesia. Makanan dan pakaian saja belum cukup untuk menjadikan anak sebagai media persemaian SDM yang berkualitas, kreatif, berdaya saing tinggi yang memiliki jiwa nasionalisme dan pekerti luhur. Perlu adanya kesadaran yang tinggi dan kemauan politik yang kuat untuk menciptakan lingkungan yang peduli dan responsif terhadap kepentingan dan kebutuhan anak.
Terdapat kesenjangan yang lebar antara kondisi anak-anak Indonesia saat ini dengan kondisi yang seharusnya sudah kita capai dalam rentang waktu 66 tahun kemerdekaan bangsa ini. Setiap kali kita menelaah masalah sosial anak selalu timbul keprihatinan yang mendalam, seperti banyak anak-anak yang terpaksa menanggung resiko akibat dari kelalaian atau ketidakmampuan orang dewasa dalam melindungi mereka, kebijakan pemerintah dalam merencanakan pembangunan yang tidak peduli anak. Secara individu, jutaan anak menghadapi resiko busung lapar dan ketidakcukupan nutrisi yang mengancam pertumbuhan dan masa depannya. Angka kematian bayi 32 perseribu kelahiran hidup (2005), masih sangat tinggi. Mereka menghadapi ketidakpastian untuk hal-hal mendasar yang seharusnya menjadi hak mereka seperti kepemilikan akta kelahiran, akses terhadap pendidikan yang terjangkau, terbebas dari perlakuan salah, kekerasan ekonomi, seksual dan psikis.
Secara sosial, anak-anak tidak berdaya menghadapi gelombang sajian  iklan dan pemandangan kehidupan konsumerisme yang sangat kapitalistik yang merugikan perkembangan jiwa anak-anak secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya saat ini terdapat 43 juta anak mejadi perokok pasif. Komnas perlindungan anak melaporkan bahwa 99,7 persen anak-anak terpapar iklan rokok, hasil survey Global Youth Tobacco Survey di Indonesia 12,6% siswa smp adalah perokok, 3,2 % diantaranya tergolong kecanduan. Umur perokok pemula bergeser dari usia 10 tahun menjadi 7-9 tahun.
Sejak tahun 2006 hingga saat ini rata-rata terdapat 2 sampai 4 anak mengalami tindak kekerasan setiap hari. Lebih dari seperempat anak perempuan mengalami perkosaan. Jumlah anak yang berkonflik dengan hukum mencapai 4.277 anak, hal ini berarti setiap hari terdapat 11 s.d 12 anak berkonflik dengan hukum (Bareskrim Polri), sementara itu anak yang hidup di penjara hingga saat ini mencapai 13.242 anak. Di sektor pendidikanpun anak-anak masih banyak yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan. Angka partisipasi murni sekolah menengah pertama sebesar 65,37% tahun 2005. Padahal seharusnya dengan program wajib belajar 9 tahun, semua anak Indonesia.
Kota-kota di Indonesia, saat ini, mengalami pertumbuhan setiap tahun rata-rata 4,4% (UNICEF, 2007: 123), akibat dari pertumbuhan penduduk dan migrasi penduduk desa ke kota sehingga kota yang tidak terkendali. Akibatnya penyediaan pelayanan dasar, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan peluang untuk kerja semakin sulit. Jumlah penduduk dalam kategori anak, yaitu <18 tahun, saat ini 75.641.000 anak, jumlah anak yang berusia dibawah lima tahun 21.571.000 anak, Mereka merupakan kelompok yang rentan mengalami berbagai masalah social (UNICEF, 2007: 123), karena mereka selalu mengahadapi resiko kekerasan baik di rumah, di sekolah, di tempat bermain, maupun ditempat-tempat umum seperti tempat rekreasi, terminal, stasiun, tempat-tempat ibadah dll. Selain itu, ruang bermain anak belum tersedia dalam jumlah yang cukup karena belum menjadi prioritas pembangunan pemerintah kabupaten/kota, belum adanya rute yang aman bagi anak ke sekolah maupun ke tempat-tempat aktivitas anak lainnya, yang ditandai dengan merebaknya berbagai kasus kekerasan terhadap anak. Hal lain, masih terbatasnya kebijakan pemerintah untuk menyatukan isu hak ke dalam perencanaan pembangunan kabupaten/kota, serta belum teritegrasinya hak perlindungan anak ke dalam pembangunan kabupaten/kota.
Salah satu penyebab dari munculnya berbagai masalah sosial tersebut antara lain adalah belum adanya kebijakan pemerintah mengenai kabupaten dan kota layak anak (KLA) yang mengintegrasikan sumberdaya pembangunan untuk memenuhi hak anak. Lahirnya kebijakan KLA, diharapkan dapat menciptakan keluarga yang sayang anak, rukun tetangga dan rukun warga atau lingkungan yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan kecamatan atau kabupaten/kota yang layak bagi anak sebagai prasyarat untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi haknya dan terpenuhi kebutuhan pisik dan psikologisnya.
Untuk mewujudkan KLA tersebut, maka pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan berbagai upaya pengintegrasian sumber daya, isu-isu perlindungan dan peningkatan kualitas  anak ke dalam dokumen perencanaan dan implementasi pembangunan pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu maka perlu adanya analisis terhadap kinerja implementasi kebijakan kota layak anak, salah satunya Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang  Kebijakan  Kabupaten/Kota Layak Anak di tinjau dari sisi tipe kebijakan dan model implementasi.

B.       PERUMUSAN MASALAH
Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang  Kebijakan  Kabupaten/Kota Layak Anak di tinjau dari sisi tipe kebijakan dan model implementasi ?

C.      PEMBAHASAN
1.        Tipe Kebijakan
a.    Landasan
Menurut Riant Nugroho (2009) berdasarkan tujuan, tipe kebijakan publik dapat dibedakan menjadi :
1)        Kebijakan regulatif vs deregulatif atau restriktif  vs  nonrestriktif    
2)        Kebijakan alokatif /distributif vs  redistributif
3)        Dinamisasi  vs  stabilisasi
4)        Memperkuat negara  vs  memperkuat pasar
Ø   Kebijakan Regulatif
Kebijakan yang mengandung paksaan dan diterapkan secara langsung terhadap individu. Kebijakan ini bertujuan mencegah individu tidak melakukan tindakan yang tidak diperbolehkan atau yang dapat mengganggu kepentingan/ ketertiban umum.
Ø   Kebijakan Deregulatif
Kebijakan yang menetapkan hal-hal yg dibebaskan dari pembatasan (non restriktif).
Ø   Kebijakan Distributif
Kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keuangan publik digunakan untuk memecahkan masalah distributive agar mendapatkan manfaat secara langsung pada individu/ kelompok/ komunitas tertentu. Masalah distribusi  mencakup sejumlah kecil orang dan dapat ditanggulangi satu persatu. Fungsi distribusi adalah pemerataan kesejahteraan.
Ø   Kebijakan Redistributif
Kebijakan yang dibuat untuk memecahkan masalah redistributive,  yaitu masalah yang menghendaki perubahan sumber-sumber antara kelompok/ kelas-kelas dalam masyarakat.
Ø   Kebijakan Dinamisasi
Kebijakan ini bersifat menggerakkan sumber daya nasional untuk mencapai kemajuan tertentu yang dikehendaki.
Ø   Kebijakan Stabilisasi
Bersifat mengerem dinamika yg terlalu cepat agar tidak merusak sistem yang ada, baik sistem politik, keamanan, ekonomi, maupun sosial.
Ø   Kebijakan Memperkuat Negara 
Kebijakan yang mendorong lebih besar peran negara. Misal: kebijakan pendidikan nasional yang menjadikan negara sebagai pelaku utama pendidikan nasional ketimbang public.
Ø   Kebijakan Memperkuat Pasar
Kebijakan yang mendorong lebih besar peran publik atau mekanisme pasar daripada peran negara. Misal : privatisasi BUMN, privatisasi PTN,  dll
Sedangkan berdasar aspek perubahan, tipe kebijakan public dapat dibedakan menjadi :
Ø   Kebijakan Fundamental
Kebijakan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan pada aspek fundamental (nilai dan simbol) pada masyarakat yang diberlakukan secara luas.
Ø   Kebijakan Nonfundamental
Kebijakan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan pada aspek nonfundamental dan berlaku pada lingkup yang lebih terbatas.
b.   Mengidentifikasi Tipe Kebijakan dan Masalah yang Hendak Dipecahkan
Ditinjau dari aspek pembagian tipe kebijakan publik berdasarkan aspek perubahan, maka  Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang  Kebijakan  Kabupaten/Kota Layak Anak termasuk tipe kebijakan fundamental. Dikarenakan kebijakan tentang Kabupaten/Kota Layak Anak melakukan perubahan pada aspek nilai, dari yang dahulunya pembanguan tidak mempedulikan anak-anak menjadi pembangunan kabupaten/kota yang responsif terhadap kehidupan anak-anak. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan komitmen pemerintah,  masyarakat dan dunia usaha di kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap anak, kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak; mengintegrasikan potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana, prasarana, metoda dan teknologi yang pada pemerintah, masyarakat serta dunia usaha di kabupaten/kota dalam mewujudkan hak anak; mengimplementasi kebijakan perlindungan anak melalui perumusan strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator kota layak anak; dan memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak.
Yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan Kabupaten/Kota adalah pembagian wilayah administrasi di Indonesia setelah Provinsi yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota, dan dalam konteks Peraturan ini  kabupaten/kota adalah pembagian wilayah administrasi dan geografi termasuk kecamatan, kelurahan/desa, kawasan tertentu, rumah tangga dan keluarga. Definisi layak dalam peraturan ini adalah kondisi fisik dan non fisik suatu wilayah dimana aspek-aspek kehidupannya memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Konvensi Hak Anak dan/atau Undang-Undang Perlindungan Anak. Kabupaten/Kota Layak Anak yang selanjutnya disebut KLA adalah sistem pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak. Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah pedoman penyelenggaraan pembangunan Kabupaten/Kota melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat, dan dunai usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk memenuhi hak anak. Rencana Aksi Daerah KLA  yang selanjutnya disebut  RAD KLA adalah dokumen rencana yang memuat program/kegiatan secara terintegrasi, dan terukur yang dilakukan oleh SKPD dalam jangka waktu tertentu, sebagai instrumen dalam mewujudkan KLA.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 ini bermaksud untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam hal :
Ø  Upaya mewujudkan pembangunan yang responsif  terhadap hak (hak untuk tempat tinggal, hak untuk mendapatkan keleluasaan pribadi, hak untuk mendapatkan rasa aman, hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, hak untuk bermain, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk memperoleh pelayanan transportasi umum), kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak.
Ø  Peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak (bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan, infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan implementasi hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak).
 c.    Analisis Kinerja (Keberhasilan/Kegagalan) Dilihat dari Tipe Kebijakan
Keberhasilan
Semakin banyak daerah yang telah memiliki peraturan daerah yang mendukung, secara langsung maupun tidak, terhadap upaya perlindungan anak. Hal ini merupakan indikasi yang positif terhadap pelaksanaan kebijakan kota layak anak. Isu kesejahteraan dan perlindungan anak telah masuk dalam rencana strategis Kemeterian Negara Pemberdayaan Perempuan RI sehingga pelaksanaan kebijakan kota layak anak mendapat kepastian dari sisi prioritas dan keberlanjutannya.
Kegagalan
Kebijakan kota layak anak merupakan implementasi dari perlindungan anak, kondisi sosial ekonomi di Indonesia, belum sepenuhnya kondusif seperti kemiskinan, krisis energi, yang menyebabkan pelanggaran terhadap hak anak meningkat, misalnya meningkatnya anak putus sekolah, meningkatnya jumlah anak bekerja, selain itu kekerasan terhadap anak juga meningkat.
1.        Model Implementasi Kebijakan Publik
a.    Secara umum model implementasi kebijakan publik dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu :
1)        Command-control  dan  mekanisme pasar
Ø Model command-control memposisikan lembaga publik sebagai lembaga tunggal yg mempunyai monopoli atas mekanisme paksa dan tidak ada mekanisme insentif bagi yang menjalani, namun ada sanksi bagi yg menolak melaksanakan atau melanggarnya. Model ini juga bisa disebut Zero-Minus Model. Model kebijakan ini, efektif untuk kebijakan strategis, regulatif-protektif dan redistributif seperti anti terorisme, anti narkoba, anti rokok, dan pajak.
Ø Model mekanisme pasar diberikan bagi yg menjalani, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapatkan sanksi, namun tidak mendapat insentif. Model ini juga bisa disebut Zero-Plus model. Cocok untuk kebijakan distributif : transmigrasi, KB, konversi minyak tanah ke gas, dsb.
2)        Top Down dan Bottom-Up
Ø Model top down, yang mana proses  implementasi  dari sisi vertikal dan terpusat mengikuti struktur hirarki  birokrasi (Hill, 2009). Formulasi kebijakan dibuat oleh lembaga tinggi negara (top level institutions).  Implementasi dan evaluasi kebijakan dilaksanakan oleh institusi pelaksana (birokrasi) (Sabatier, 1986). Menggunakan pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Implementasi merupakan proses delivery mechanism. Efektif  untuk kebijakan yg sangat  strategis dan berhubungan dengan keselamatan hidup dan keamanan negara atau kebijakan regulatif-protektif : anti  terorisme, anti narkoba, UU Lalu Lintas, dsb.
Ø Model bottom-up, Model implementasi kebijakan dimana kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya dilakukan oleh rakyat (Riant Nugroho,2004). Efektif untuk program yang membutuhkan partisipasi masyarakat : kebersihan lingkungan, program –program pemberdayaan, program sosial, wajib belajar, dsb
3)        Hibrid
Memadukan model top down dan bottom-up. Kebijakan dibuat pemerintah dan dilakukan oleh  pemerintah bersama rakyat. Cocok untuk kebijakan yang butuh “win-win solusition  atau isu simbolik : penataan PKL, KB, Pertahanan Rakyat Semesta, dsb.  Asumsi yang digunakan adalah  kebijakan adalah sesuatu yang berkembang, bersifat evolusioner dan implementasi pasti mereformulasi sekaligus menjalankan kebijakan.
b.   Mengidentifikasi Model Implementasi Kebijakan
Dari gambaran umum model implementasi kebijakan publik, kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang termuat di dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009, maka dapat disimpulkan peraturan tersebut menggunakan model implementasi top-down. Yang mana kebijakan ini dibuat oleh Kementrian Negara  Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, dengan kata lain pihak kementrian sebagai perumus dan penetap kebijakan nasional dan memfasilitasi kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak, Selain itu Kementrian Negara juga melakukan fungsi koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Sedangkan yang melaksanakan atau sebagai pelaksana utama (implementator) dari kebijakan ini adalah pemerintah kabupaten/kota. Tidak hanya sebagai implementator pemerintah kabupaten/kota juga bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dan menyusun perencanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan memobilisasi potensi sumber daya untuk pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.
c.    Analisis Kinerja (Keberhasilan/Kegagalan) Dilihat dari Model Implementasi
Keberhasilan
Semaraknya jumlah lembaga-lembaga sosial yang bergerak di bidang pendidikan anak, seperti pendidikan anak usia dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak, Kelompok bermain  merupakan indikasi meningkatnya kesadaran masyarakat di bidang perlindungan anak. Hal ini disebkan tujuan dan sasaran kebijakan dirumuskan secara jelas dan bisa dipahami dengan baik oleh lembaga non pemerintahan maupun masyarakat.
Kegagalan
Rendahnya frekuensi sosialisasi peraturan di bidang anak menyebabkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak terbatas.
      KESIMPULAN
Diketahui bahwa perlindungan anak merupakan isu pembangunan lintas program (cross-cutting issues) sehingga perlu adanya kebijakan yang mengintegrasikan berbagai program pembangunan yang berhubungan dengan anak di kabupaten/kota. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan Kota Layak Anak (KLA) yaitu kebijakan untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya pembangunan dan pengintegrasian berbagai kebijakan perlindungan anak yang sudah ada di kabupaten/kota secara terencana dan menyeluruh untuk memenuhi hak anak.
Kebijakan yang perlindungan anak yang sudah ada di kabupaten/kota berupa Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009 Tentang  Kebijakan  Kabupaten/Kota Layak Anak. Ditinjau dari aspek pembagian tipe kebijakan publik berdasarkan aspek perubahan, maka  peraturan ini termasuk tipe kebijakan fundamental. Dikarenakan kebijakan tentang Kabupaten/Kota Layak Anak melakukan perubahan pada aspek nilai, dari yang dahulunya pembanguan tidak mempedulikan anak-anak menjadi pembangunan kabupaten/kota yang responsif terhadap kehidupan anak-anak. Kebijakan KLA juga bersifat dinamis sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan di wilayah yang infrastrukturnya telah lengkap maupun yang masih kurang. Hal-hal yang secara operasonal diperlukan namun belum diatur dalam kebijakan KLA ini maka terbuka kemungkinan untuk diadakan perbaikan sesuai dengan perubahan sosial dan dinamika kebutuhan masyarakat dan anak.
Sedangkan dari gambaran umum model implementasi kebijakan publik, kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang termuat di dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2009, maka dapat disimpulkan peraturan tersebut menggunakan model implementasi top-down. Yang mana kebijakan ini dibuat oleh Kementrian Negara  Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia dan yang melaksanakan atau sebagai pelaksana utama (implementator) dari kebijakan ini adalah pemerintah kabupaten/kota.
Pengintegrasian sumberdaya pembangunan dan pengintegrasian pelaksanan kebijakan perlindungan anak yang sudah ada dalam suatu wadah dan semangat menciptakan kabupaten/kota layak anak, memerlukan adanya pemahaman dan kesadaran yang sama tentang Undang-Undang Perlindungan Anak, Konvensi Hak Anak dan kebijakan kota layak anak. Pemahaman dan kesadaran tersebut harus dibangun secara sinergis antar dan sesama pemangku kepentingan pembangunan kabupaten/kota di bidang anak antara lain aparat pemerintah termasuk hakim, jaksa dan polisi, lembaga swadaya masyarakat, khususnya yang bekerja di bidang perlindungan anak,  sektor swasta dan dunia usaha, tokoh masyarakat pemerhati anak, organisasi kepemudaan, pramuka,  guru, orang tua, dan anak-anak.
Keberhasilan pelaksanaan kebijakan KLA akan sangat ditentukan oleh adanya saling pengertian dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan di setiap tingkatan pembangunan dengan kepemimpinan pemerintah kabupaten/kota yang memiliki komitmen terhadap investasi sumber daya manusia. Pelaksanaan kebijakan KLA memerlukan berbagai persyaratan, namun demikian inisiatif pelaksanaan kebijakan tersebut tidak perlu menunggu seluruh persyaratan tersebut terpenuhi. Apabila prasyarat KLA sudah terpenuhi, maka pelaksanaan substansi kebijakan KLA sudah dapat dimulai, meskipun dalam skala yang sangat kecil, misalnya di lingkungan rumah tangga atau keluarga, di lingkungan sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan informal, di tempat-tempat pelayanan umum seperti rumah sakit, klinik, terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut dan udara, dan perpustakaan.
Sumber : pedoman kebijakan kabupaten/ kota layak anak